Daftar Blog Saya

Kamis, 17 Maret 2011

Perlu Kearifan Lokal bagi Pengurangan Resiko Bencana di Aceh

PDF Cetak Email
Oleh : Muhammad Saman
Bumi tempat kita tinggal mengalami perubahan secara dinamis untuk mencapai suatu keseimbangan.
Akibat proses dari dalam dan dari luar, bumi membangun dirinya yang ditunjukkan dengan pergerakan kulit bumi, pembentukan gunung berapi dan pengangkatan daerah dataran menjadi pegunungan yang merupakan bagian dari proses internal. Sedangkan proses eksternal yang berupa hujan, angin serta fenomena iklim lainnya cenderung melakukan perusakan morfologi melalui proses degradasi (pelapukan batuan, erosi dan abrasi). Proses alam tersebut berjalan terus-menerus dan dipandang sebagai potensi ancaman/bahaya bagi manusia yang tinggal di atasnya.
Hingga kini, kita masih belum dapat sepenuhnya mampu meniadakan risiko bencana yang disebabkan oleh kejadian atau peristiwa, namun kemampuan untuk mengidentifikasi, menganalisis dan mengambil tindakan pencegahan dan mitigasi dapat mengurangi tingkat resiko suatu bencana. Bayangan mengerikan tsunami yang menerjang Aceh, Nias dan Sumatera Utara masih tersisa meski bencana luar biasa itu sudah enam tahun berlalu. Kisah tutur dari musibah tsunami yang datang tiba-tiba pada Minggu pagi 26 Desember 2004 itu masih hidup di kalangan masyarakat Indonesia, terutama masyarakat Aceh. Namun, pelajaran apa yang sudah diambil dari hentakan tragedi yang sungguh menggemparkan itu?
Jauh sebelum gempa/tsunami menghantam kawasan pesisir di Provinsi Aceh, masyarakat luas tak paham betul apa itu tsunami. Ketidakpahaman inilah yang membuat kita tidak siap menghadapi bencana tsunami. Akibatnya, seperti yang hampir masyarakat saksikan, dalam rekaman video amatir yang diambil salah seorang masyarakat Aceh saat kejadian tersebut, sebelum dan selama berlangsung tsunami, kepanikan menghinggapi masyarakat kita. Tak terlihat tanda-tanda untuk menyelamatkan diri. Padahal, gejala akan datangnya tsunami sudah tampak di depan mata. Mereka terlihat terpaku pada gempa tektonik yang menggoyang Aceh dan sekitarnya. Mereka tidak salah, apalagi pada saat itu, memang tidak ada yang memandu atau menjelaskan apa yang sedang dan bakal terjadi.
Semua mengalir begitu saja, maka ketika air laut menerjang, kita hampir tak bisa berlari melebihi kecepatan gelombang yang mematikan tersebut. Hanya sedikit yang bisa selamat dari amukan tsunami itu. Tsunami and Disaster Mitigation Research Center (TDMRC) Unsyiah, saat ini menggali lebih dalam informasi terkait kearifan lokal (local wisdom) dalam pengurangan risiko bencana di seluruh kabupaten/kota di Aceh.
Minat Baru
Setelah tsunami menghantam Samudera Hindia tahun 2004, ada dua kisah sukses yang muncul yang membangkitkan minat baru pada konsep kearifan lokal. Masyarakat Simeulue yang tinggal di lepas pantai Sumatera, Indonesia dan kaum Moken yang hidup di Kepulauan Surin di lepas pantai Thailand dan Myanmar, sama-sama memanfaatkan pengetahuan mereka yang diturunkan nenek moyang mereka untuk menyelamatkan diri dari tsunami yang menghancurkan.
"Kedua kasus tersebut dalam beberapa tahun belakangan ini menjadi kasus yang paling sering disebut, tetapi masih ada banyak contoh yang belum banyak diketahui umum dari masyarakat-masyarakat yang juga telah memanfaatkan kearifan lokal mereka untuk menyelamatkan diri dari kejadian bencana dan menghadapi kondisi lingkungan hidup yang sulit," ujar anggota Tim Penelusuran Survey Local Wisdom, Hendra Syahputra.
Menurut Hendra, Content Manager Divisi Knowlewdge Management TDMRC Unsyiah, penerapan kearifan lokal oleh masyarakat dalam mengurangi resiko, menghadapi dan menyelamatkan diri dari bencana alam telah memberikan banyak pelajaran berharga bagi praktisi dan pengambil kebijakan akan pentingnya kearifan lokal bagi pengurangan resiko bencana. Kearifan lokal adalah cara dan praktik yang dikembangkan oleh sekelompok masyarakat, yang berasal dari pemahaman mendalam mereka akan lingkungan setempat, yang terbentuk dari tinggal di tempat tersebut secara turun-temurun.
Dijelaskan, saat ini makin banyak orang tertarik untuk mempelajari hubungan antara kearifan lokal dan bencana alam. Diskusi-diskusi terkini berfokus pada potensi kearifan lokal dalam meningkatkan kebijakan-kebijakan pengurangan resiko bencana melalui integrasi kearifan lokal ke dalam pendidikan kebencanaan dan sistem peringatan dini. Dalam lima tahun terakhir Simeulue, Nias dan Siberut mengalami beberapa kejadian gempa bumi dan tsunami. Pada Desember 2004 tsunami melanda Simeulue dan Nias. Kendati demikian, di Simeulue hanya jatuh sedikit korban bila dibandingkan dengan di daerah lainnya.
Tujuh Korban Jiwa
Laporan resmi pemerintah daerah setempat menyebutkan, hanya ada tujuh korban jiwa dari keseluruhan populasi yang jumlahnya sekitar 78.000, di mana 95 persen di antaranya hidup di wilayah pantai. Ketika terjadi gempa pada 26 Desember 2004 lalu, penduduk Simeulue tahu mereka harus mengungsi ke tempat yang lebih tinggi karena ada kemungkinan terjadi tsunami. Reaksi ini meminimalkan dampak kerusakan akibat tsunami. Selain faktor kearifan lokal, topografi pulau yang berbukit-bukit juga menjadi faktor penting lain memperkecil jumlah korban.
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Aceh dengan mitra kerjanya terus melakukan upaya dalam rangtka mensukseskan program Pengurangan Resiko Bencana (PRB) di Aceh, seperti pembangunan bangunan penyelamatan, rute jalan penyelamatan, drill (latihan) untuk gempa bumi dan tsunami (secara nasional dan antar negara di kawasan lautan India). Disamping itu, pemerintah juga melakukan upaya penanganan banjir, membuat standar operating procedure (SOP), qanun kebencanaan, pendidikan kebencanaan pada sekolah, peta-peta kebencanaan dan pusat penelitian.
Aceh kini juga memiliki pusat riset seperti Tsunami and Disaster Mitigation Research Center (TDMRC) Unsyiah. Diharapkan pusat penelitian yang sudah ada ini dapat terus menjadikan aset Pengurangan Resiko Bencana semakin berkembang. TDMRC Unsyiah sudah melakukan kontribusi dalam RPJM-Nasional 2010-2014 yang akan memberikan masukan akademis yang praktis bagi negara-negara pada kerjasama selatan-selatan. Untuk itu semua elemen dari berbagai pihak harus bisa mengambil pelajaran dan berperan dalam pengurangan risiko bencana di Aceh. Kini di Aceh juga sedang menjalankan program DRR-A (Pengurangan Resiko Bencana Aceh) dengan bantuan dari dana Multi Donor Fund dengan pelaksanaan yang dilakukan oleh UNDP hingga 2012. Semua pengalaman Aceh dapat dimanfaatkan ke para forum ini secara baik untuk keperluan daerah lain dalam mitigasi bencana.
Wakil Gubernur Aceh, Muhammad Nazar mengingatkan, setelah enam tahun gempa bumi yang menghantam Negara Indian Ocean telah memberikan pemberlajaran dari semua Negara yang terkena dampak bencana. Banyak rumahsakit, jalan, jembatan dan infrastruktur lain telah dibangun secara fisik dan hal ini perlu diimbangi dengan kemampuan non fisik seperti edukasi dengan kearifan lokal masing-masing daerah dalam memperkuat kesiapsiagaan individu dimasyarakat serta sistem pemerintahan dalam mengurangi korban bencana ke depan.
Sumber: http://www.analisadaily.com/index.php?option=com_content&view=article&id=87150:perlu-kearifan-lokal-bagi-pengurangan-resiko-bencana-di-aceh&catid=42:nad&Itemid=112

0 komentar:

Posting Komentar

 

Great Morning ©  Copyright by Mutiara Ilmu | Template by Blogger Templates | Blog Trick at Blog-HowToTricks